Pembicaraan
di rumah Fahmi Idris, tokoh senior Golkar yang kemarin menyeberang ke
kubu Jokowi-JK demi melawan Prabowo adalah bukti paling kuat yang
menghubungkan Benny Moerdani dengan berbagai kerusuhan massa yang sangat
marak menjelang akhir Orde Baru karena terbukti terbukanya niat Benny
menjatuhkan Soeharto melalui gerakan massa yang berpotensi mengejar
orang Cina dan orang Kristen.
Kesaksian Salim Said ini merupakan titik
tolak paling penting guna membongkar berbagai kerusuhan yang tidak
terungkap seperti Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan 13-14 Mei 1998,
yang akan saya bongkar di bawah ini.
“Bersama Presiden Soeharto, Benny
adalah Penasihat YPPI yang didirikan oleh para mantan tokoh demonstrasi
1966 dengan dukungan Ali Moertopo. Hadir di rumah Fahmi [Idris]
pada malam itu para pemimpin demonstrasi 1966 seperti Cosmas Batubara,
dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Suryadi [Ketua PDI yang menyerang Kubu
Pro Mega tanggal 27 Juli 1996]; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan
sejumlah tokoh. Topik pembicaraan, situasi politik waktu itu…
Moerdani berbicara mengenai Soeharto
yang menurut Menhankam itu, ‘Sudah tua, bahkan sudah pikun, sehingga
tidak bisa lagi mengambil keputusan yang baik. Karena itu sudah waktunya
diganti’…Benny kemudian berbicara mengenai gerakan massa sebagai jalan
untuk menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi, ‘Kalau menggunakan massa,
yang pertama dikejar adalah orang Cina dan kemudian kemudian gereja.‘ “
- Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, serangkaian kesaksian, Penerbit Mizan, halaman 316
A. Peristiwa 27 Juli 1996 Adalah Politik Dizalimi Paling Keji Sepanjang Sejarah Indonesia
Selanjutnya bila kita hubungkan
kesaksian Salim Said di atas dengan kesaksian RO Tambunan bahwa dua hari
sebelum kejadian Megawati sudah mengetahui dari Benny akan terjadi
serangan terhadap kantor PDI dan Catatan Rachmawati Soekarnoputri,
Membongkar Hubungan Mega dan Orba sebagaimana dimuat Harian Rakyat
Merdeka Rabu, 31 Juli 2002 dan Kamis, 1 Agustus 2002.
Maka kita menemukan bukti adanya persekongkolan antara Benny Moerdani yang sakit hati kepada Soeharto karena dicopot dari Pangab (kemudian menjadi menhankam, jabatan tanpa fungsi) dan Megawati untuk menaikkan seseorang dari keluarga Soekarno sebagai lawan tanding Soeharto, kebetulan saat itu hanya Megawati yang mau jadi boneka Benny Moerdani. Sedikit kutipan dari Catatan Rachmawati Soekarnoputri:
“Sebelum mendekati Mega, kelompok
Benny Moerdani mendekati saya [Rachmawati] terlebih dahulu. Mereka
membujuk dan meminta saya tampil memimpin PDI. Permintaan orang dekat
dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya tolak, bagi saya, PDI itu cuma
alat hegemoni Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto tahun 1973.
Coba renungkan untuk apa jadi pemimpin boneka?
Orang-orang PDI yang dekat dengan
Benny Moerdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie Sihaloho pun ikut
mengajak saya gabung ke PDI. Tetapi tetap saya tolak.”
Dari ketiga catatan di atas kita
menemukan nama-nama yang saling terkait dalam Peristiwa 27 Juli 1996,
antara lain: Benny Moerdani; Megawati Soekarnoputri; Dr. Soerjadi;
Sofjan Wanandi; dan Aberson Marie Sihaloho, dan ini adalah “eureka
moment” yang membongkar persekongkolan jahat karena Aberson Marie adalah
orang yang pertama kali menyebar pamflet untuk regenerasi kepemimpinan
Indonesia dan diganti Megawati, sehingga menimbulkan kecurigaan dari
pihak Mabes ABRI.
Dr. Soerjadi adalah orang yang
menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum PDI di Kongres Medan (kongres
dibiayai Sofjan Wanandi dari CSIS) yang mengumpulkan massa menyerbu
kantor PDI dan selama ini dianggap perpanjangan tangan Soeharto ternyata
agen ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja saat itu Agum Gumelar
dan AM Hendropriyono, dua murid Benny Moerdani berada di sisi Megawati
atas perintah Benny Moerdani sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari
CSIS dalam Memoirnya, A Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru.
Semua
fakta ini juga membuktikan bahwa dokumen yang ditemukan pasca ledakan
di Tanah Tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang mana menyebutkan rencana
revolusi dari Benny Moerdani; Megawati; CSIS dan Sofjan-Jusuf Wanandi
yang membiayai gerakan PRD adalah dokumen asli dan otentik serta bukan
dokumen buatan intelijen untuk mendiskriditkan PRD sebagaimana diklaim
oleh Budiman Sejatmiko selama ini.
Ini menjelaskan mengapa Presiden
Megawati menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli 1996 sekalipun harus
mengeluarkan kalimat pahit kepada anak buahnya seperti “siapa suruh
kalian mau ikut saya?” dan justru memberi jabatan sangat tinggi kepada
masing-masing: SBY yang memimpin rapat penyerbuan Operasi Naga Merah;
Sutiyoso yang komando lapangan penyerbuan Operasi Naga Merah; Agum
Gumelar dan Hendropriyono yang pura-pura melawan koleganya.
Megawati melakukan bunuh diri bila menyelidiki kejahatannya sendiri!
Bila dihubungkan dengan grup yang
berkumpul di sisi Jokowi, maka sudah jelas bahwa CSIS; PDIP; Budiman
Sejatmiko, Agum Gumelar; Hendropriyono; Fahmi Idris; Megawati; Sutiyoso
ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK demi menghalangi upaya Prabowo
naik ke kursi presiden.
B. Kerusuhan Mei 1998, Gerakan
Benny Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan Menaikkan Megawati
Soekarnoputri ke Kursi Presiden.
Pernahkah anda mendengar kisah Kapten
Prabowo melawan usaha kelompok Benny Moerdani dan CSIS mendeislamisasi
Indonesia? Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku sejarah yang sudah
membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa
kepanglimaan Benny.
Saat Benny menginspeksi ruang kerja
perwira bawahan, dia melihat sajadah di kursi dan bertanya “Apa ini?”.
Jawab sang perwira, “Sajadah untuk shalat, Komandan.”
Benny membentak, “TNI tidak mengenal ini.”
Benny juga sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Hartono Mardjono sebagaimana dikutip
Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa rekrutan perwira
Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam, misalnya
kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non
Islam dan dua dari Islam.
Penelitian Salim Said juga menemukan hal
yang sama bahwa para perwira yang menonjol keislamannya, misalnya
mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau sering menghadiri
pengajian, diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat kesempatan
sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu
karir militernya suram.
Silakan perhatikan siapa para perwira
tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos penting pada masa Benny
Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti Sintong Panjaitan; Try
Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert Paruntu; AM Hendropriyono; Agum
Gumelar; Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut Panjaitan; Ryamizard
Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman Mantiri; Adolf
Rajagukguk; Theo Syafei dan lain sebagainya akan terlihat sebuah pola
tidak terbantahkan bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani
berkuasa adalah non Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap
“fanatik” atau berada dalam golongan “islam santri” menurut versi
Benny).
Inilah yang dilawan Prabowo antara lain
dengan membentuk ICMI yang sempat dilawan habis-habisan oleh kelompok
Benny Moerdani namun tidak berhasil. Tidak heran kelompok status quo
dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo karena Prabowo
yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu.
Mengapa Benny Moerdani dan CSIS mau mendeislamisasi Indonesia?
Karena CSIS didirikan oleh agen CIA,
Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis,
namun setelah komunis kalah, dia membuat analisa bahwa lawan Amerika
berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”.
Lalu, Peter Beek menyimpulkan, ABRI bisa
dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka berdirilah CSIS yang
dioperasikan oleh anak didiknya di Kasebul : Sofjan Wanandi, Jusuf
Wanandi, Harry Tjan Silalahi ; mewakili ABRI: Ali Moertopo, dan
Hoemardani (baca kesaksian George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).
Pater Beek yang awalnya ditempatkan di
Indonesia untuk melawan komunis namun setelah komunis kalah dia membuat
analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau
ABRI” dan “Hijau Islam”
Tidak percaya gerakan anti Prabowo di
kubu Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan dengan kelompok anti Islam
santri yang dihancurkan Prabowo?
Silakan perhatikan satu per satu
nama-nama yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard Ryacudu (menantu
mantan wapres Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila Presiden
Soeharto mangkat).
Ada Agum Gumelar-Hendropriyono (dua
« malaikat » pelindung/bodyguard Megawati yang disuruh Benny Moerdani);
ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris (rumahnya adalah
lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 pertama
kali dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut Panjaitan; ada Sutiyoso;
ada Wiranto dan masih banyak lagi yang lain.
Lho, Wiranto anak buah Benny Moerdani?
Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi mencatat bahwa Wiranto
menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah dilantik sebagai KSAD
pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai berikut:
“Jadi, kau harus tetap di situ sebab
kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan berbuat salah dan jangan
dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto jika dia tahu.“
(Salim Said, halaman 320)
Tentu saja Wiranto membantah dia
memiliki hubungan dekat dengan Benny Moerdani, namun kita memiliki cara
membuktikan kebohongannya. Pertama, dalam Memoirnya, Jusuf Wanandi
menceritakan bahwa pasca jatuhnya
Soeharto, Wiranto menerima dari Benny Moerdani daftar nama beberapa
perwira yang dinilai sebagai “ABRI Hijau”, dan dalam sebulan semua orang
dalam daftar nama tersebut sudah disingkirkan Wiranto.
Ketika dikonfrontir mengenai hal ini,
Wiranto mengatakan cerita “daftar nama” adalah bohong. Namun bila kita
melihat catatan penting masa setelah Soeharto jatuh maka kita bisa
melihat bahwa memang terjadi banyak perwira “hijau” di masa Wiranto yang
waktu itu dimutasi dan hal ini sempat menuai protes.
Fakta bahwa Wiranto adalah satu-satunya
orang Benny Moerdani yang masih tersisa di sekitar Soeharto menjawab
sekali untuk selamanya mengapa Wiranto menjatuhkan semua kesalahan
terkait Operasi Setan Gundul kepada Prabowo; mengatakan kepada BJ
Habibie bahwa Prabowo mau melakukan kudeta sehingga Prabowo dicopot; dan
menceritakan kepada mertua Prabowo, Soeharto bahwa Prabowo dan BJ
Habibie bekerja sama menjatuhkan Soeharto, sehingga Prabowo diusir dan
dipaksa bercerai dengan Titiek Soeharto. Hal ini sebab Wiranto adalah
eksekutor dari rencana Benny Moerdani menjatuhkan karir dan menistakan
Prabowo.
Membicarakan “kebejatan” Prabowo tentu
tidak lengkap tanpa mengungkit Kerusuhan Mei 1998 yang ditudingkan pada
dirinya padahal saat itu jelas-jelas Wiranto sebagai Panglima ABRI pergi
ke Malang membawa semua kepala staf angkatan darat, laut dan udara
serta menolak permintaan Prabowo untuk mengerahkan pasukan demi mengusir
perusuh.
Berdasarkan temuan fakta di atas, bahwa
Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto melalui kerusuhan rasial, dan
Wiranto adalah satu-satunya orang Benny di lingkar dalam Soeharto, maka
sangat patut diduga Wiranto memang sengaja melarang pasukan keluar dari
barak menghalangi kerusuhan sampai marinir berinisiatif keluar kandang.
Selain itu tiga fakta yang
menguatkan kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di belakang Kerusuhan
Mei 98 adalah sebagai berikut:
1. Menjatuhkan lawan menggunakan
“gerakan massa” adalah keahlian Ali Moertopo (guru Benny Moerdani) dan
CSIS sejak Peristiwa Malari di mana malari meletus karena provokasi
Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat kesaksian Jenderal Soemitro
yang dicatat oleh Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib Jenderal
Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan Sinar Harapan).
2. Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98
penggerak lapangan adalah orang berkarakter militer dan sangat cekatan
dalam memprovokasi warga menjarah dan membakar. Ini jelas ciri-ciri
orang yang terlatih sebagai intelijen, dan baik Wiranto maupun Prabowo
adalah perwira lapangan tipe komando bukan tipe intelijen, dan saat itu
hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan menggerakan kerusuhan skala
besar karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang dibangun Ali
Moertopo (mengenai jaringan yang dibangun Ali Moertopo bisa dibaca di
buku Rahasia-Rahasia Ali Moertopo terbitan Tempo-Gramedia).
Lagipula saat kejadian terbukti Benny
Moerdani sedang rapat di Bogor dan ada laporan intelijen bahwa orang
lapangan saat kerusuhan 27 Juli 1996 dan Mei 98 dilatih di Bogor!!!
3. Alasan Megawati setuju menjadi alat
Benny Moerdani padahal saat itu keluarga Soekarno sudah sepakat tidak
terjun ke politik dan alasan Benny Moerdani begitu menyayangi Megawati
mungkin adalah karena mereka sebenarnya pernah menjadi calon suami istri
dan Soekarno sendiri pernah melamar Benny, pahlawan Palangan Irian Jaya
itu untuk Megawati, namun kemudian Benny memilih Hartini wanita yang
menjadi istrinya sampai Benny meninggal (Salim Said, halaman 329).
Berdasarkan semua fakta dan uraian di
atas maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa alasan Kelompok Benny
Moerdani, dalang Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 ada di
belakang Jokowi-JK dengan mengorbankan keutuhan partai masing-masing
(PDIP, Hanura, Golkar) untuk melawan Prabowo adalah dendam kesumat yang
belum terpuaskan sebab Prabowo menjadi penghalang utama mereka ketika
mencoba mendeislamisasi Indonesia.
- See more at:
http://www.nahimunkar.com/innalillahi-terbongkar-di-belakang-jokowi-ada-jenderal-jenderal-dalang-kerusuhan-mei-1998/#sthash.AmBVzySl.dpuf
Pembicaraan
di rumah Fahmi Idris, tokoh senior Golkar yang kemarin menyeberang ke kubu
Jokowi-JK demi melawan Prabowo adalah bukti paling kuat yang menghubungkan
Benny Moerdani dengan berbagai kerusuhan massa yang sangat marak menjelang
akhir Orde Baru karena terbukti terbukanya niat Benny menjatuhkan Soeharto
melalui gerakan massa yang berpotensi mengejar orang Cina dan orang Kristen.
Kesaksian
Salim Said ini merupakan titik tolak paling penting guna membongkar berbagai
kerusuhan yang tidak terungkap seperti Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan
13-14 Mei 1998, yang akan saya bongkar di bawah ini.
“Bersama
Presiden Soeharto, Benny adalah Penasihat YPPI yang didirikan oleh para mantan
tokoh demonstrasi 1966 dengan dukungan Ali Moertopo. Hadir di rumah Fahmi
[Idris] pada malam itu para pemimpin demonstrasi 1966 seperti Cosmas Batubara,
dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Suryadi [Ketua PDI yang menyerang Kubu Pro
Mega tanggal 27 Juli 1996]; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan sejumlah tokoh. Topik
pembicaraan, situasi politik waktu itu…
Moerdani
berbicara mengenai Soeharto yang menurut Menhankam itu, ‘Sudah tua, bahkan
sudah pikun, sehingga tidak bisa lagi mengambil keputusan yang baik. Karena itu
sudah waktunya diganti’…Benny kemudian berbicara mengenai gerakan massa sebagai
jalan untuk menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi, ‘Kalau menggunakan massa,
yang pertama dikejar adalah orang Cina dan kemudian kemudian gereja.‘ “
-
Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, serangkaian kesaksian, Penerbit Mizan,
halaman 316
A.
Peristiwa 27 Juli 1996 Adalah Politik Dizalimi Paling Keji Sepanjang Sejarah
Indonesia
Selanjutnya
bila kita hubungkan kesaksian Salim Said di atas dengan kesaksian RO Tambunan
bahwa dua hari sebelum kejadian Megawati sudah mengetahui dari Benny akan
terjadi serangan terhadap kantor PDI dan Catatan Rachmawati Soekarnoputri,
Membongkar Hubungan Mega dan Orba sebagaimana dimuat Harian Rakyat Merdeka
Rabu, 31 Juli 2002 dan Kamis, 1 Agustus 2002.
Maka
kita menemukan bukti adanya persekongkolan antara
Benny Moerdani yang sakit hati kepada Soeharto
karena dicopot dari Pangab (kemudian menjadi menhankam, jabatan tanpa fungsi) dan Megawati untuk menaikkan seseorang dari keluarga
Soekarno sebagai lawan tanding Soeharto, kebetulan
saat itu hanya Megawati yang mau jadi boneka Benny Moerdani. Sedikit
kutipan dari Catatan Rachmawati Soekarnoputri:
“Sebelum
mendekati Mega, kelompok Benny Moerdani mendekati saya [Rachmawati] terlebih
dahulu. Mereka membujuk dan meminta saya tampil memimpin PDI. Permintaan orang
dekat dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya tolak, bagi saya, PDI itu cuma
alat hegemoni Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto tahun 1973. Coba
renungkan untuk apa jadi pemimpin boneka?
Orang-orang
PDI yang dekat dengan Benny Moerdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie
Sihaloho pun ikut mengajak saya gabung ke PDI. Tetapi tetap saya tolak.”
Dari
ketiga catatan di atas kita menemukan nama-nama yang saling terkait dalam
Peristiwa 27 Juli 1996, antara lain: Benny Moerdani; Megawati Soekarnoputri;
Dr. Soerjadi; Sofjan Wanandi; dan Aberson Marie Sihaloho, dan ini adalah
“eureka moment” yang membongkar persekongkolan jahat karena Aberson Marie
adalah orang yang pertama kali menyebar pamflet untuk regenerasi kepemimpinan
Indonesia dan diganti Megawati, sehingga menimbulkan kecurigaan dari pihak
Mabes ABRI.
Dr.
Soerjadi adalah orang yang menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum PDI di
Kongres Medan (kongres dibiayai Sofjan Wanandi dari CSIS) yang mengumpulkan
massa menyerbu kantor PDI dan selama ini dianggap perpanjangan tangan Soeharto
ternyata agen ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja saat itu Agum
Gumelar dan AM Hendropriyono, dua murid Benny Moerdani berada di sisi Megawati
atas perintah Benny Moerdani sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari CSIS
dalam Memoirnya, A Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru.
Semua fakta ini juga membuktikan bahwa dokumen yang ditemukan pasca
ledakan di Tanah Tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang mana menyebutkan rencana
revolusi dari Benny Moerdani; Megawati; CSIS dan Sofjan-Jusuf Wanandi yang
membiayai gerakan PRD adalah dokumen asli dan otentik serta bukan dokumen
buatan intelijen untuk mendiskriditkan PRD sebagaimana diklaim oleh Budiman
Sejatmiko selama ini.
Ini
menjelaskan mengapa Presiden Megawati menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli
1996 sekalipun harus mengeluarkan kalimat pahit kepada anak buahnya seperti
“siapa suruh kalian mau ikut saya?” dan justru memberi jabatan sangat tinggi
kepada masing-masing: SBY yang memimpin rapat penyerbuan Operasi Naga Merah;
Sutiyoso yang komando lapangan penyerbuan Operasi Naga Merah; Agum Gumelar dan
Hendropriyono yang pura-pura melawan koleganya.
Megawati
melakukan bunuh diri bila menyelidiki kejahatannya sendiri!
Bila
dihubungkan dengan grup yang berkumpul di sisi Jokowi, maka sudah jelas bahwa
CSIS; PDIP; Budiman Sejatmiko, Agum Gumelar; Hendropriyono; Fahmi Idris;
Megawati; Sutiyoso ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK demi menghalangi
upaya Prabowo naik ke kursi presiden.
B.
Kerusuhan Mei 1998, Gerakan Benny Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan
Menaikkan Megawati Soekarnoputri ke Kursi Presiden.
Pernahkah
anda mendengar kisah Kapten Prabowo melawan usaha kelompok Benny Moerdani dan
CSIS mendeislamisasi Indonesia? Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku sejarah
yang sudah membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa
kepanglimaan Benny.
Saat
Benny menginspeksi ruang kerja perwira bawahan, dia melihat sajadah di kursi
dan bertanya
“Apa ini?”. Jawab sang perwira,
“Sajadah untuk shalat, Komandan.”
Benny
membentak, “TNI tidak mengenal ini.”
Benny
juga sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga
menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Hartono
Mardjono sebagaimana dikutip Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa
rekrutan perwira Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam,
misalnya kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non
Islam dan dua dari Islam.
Penelitian
Salim Said juga menemukan hal yang sama bahwa para perwira yang menonjol
keislamannya, misalnya mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau
sering menghadiri pengajian, diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat
kesempatan sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu
karir militernya suram.
Silakan
perhatikan siapa para perwira tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos
penting pada masa Benny Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti Sintong
Panjaitan; Try Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert Paruntu; AM Hendropriyono;
Agum Gumelar; Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut Panjaitan; Ryamizard
Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman Mantiri; Adolf Rajagukguk;
Theo Syafei dan lain sebagainya akan terlihat sebuah pola tidak terbantahkan
bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani berkuasa adalah non Islam
atau Islam abangan (yang tidak dianggap “fanatik” atau berada dalam golongan
“islam santri” menurut versi Benny).
Inilah
yang dilawan Prabowo antara lain dengan membentuk ICMI yang sempat dilawan
habis-habisan oleh kelompok Benny Moerdani namun tidak berhasil. Tidak heran
kelompok status quo dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo
karena Prabowo yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu.
Mengapa
Benny Moerdani dan CSIS mau mendeislamisasi Indonesia?
Karena
CSIS didirikan oleh agen CIA, Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia
untuk melawan komunis, namun setelah komunis kalah, dia membuat analisa bahwa
lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau
Islam”.
Lalu,
Peter Beek menyimpulkan, ABRI bisa dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka
berdirilah CSIS yang dioperasikan oleh anak didiknya di Kasebul : Sofjan
Wanandi, Jusuf Wanandi, Harry Tjan Silalahi ; mewakili ABRI: Ali Moertopo,
dan Hoemardani (baca kesaksian George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).
Pater
Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis namun setelah
komunis kalah dia membuat analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia
hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”
Tidak
percaya gerakan anti Prabowo di kubu Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan
dengan kelompok anti Islam santri yang dihancurkan Prabowo?
Silakan
perhatikan satu per satu nama-nama yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard
Ryacudu (menantu mantan wapres Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila
Presiden Soeharto mangkat).
Ada
Agum Gumelar-Hendropriyono (dua « malaikat » pelindung/bodyguard
Megawati yang disuruh Benny Moerdani); ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii)
ada Fahmi Idris (rumahnya adalah lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan
Kerusuhan Mei 1998 pertama kali dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut
Panjaitan; ada Sutiyoso; ada Wiranto dan masih banyak lagi yang lain.
Lho,
Wiranto anak buah Benny Moerdani? Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf
Wanandi mencatat bahwa Wiranto menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah
dilantik sebagai KSAD pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai
berikut:
“Jadi,
kau harus tetap di situ sebab kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan
berbuat salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto
jika dia tahu.“
(Salim
Said, halaman 320)
Tentu
saja Wiranto membantah dia memiliki hubungan dekat dengan Benny Moerdani, namun
kita memiliki cara membuktikan kebohongannya. Pertama, dalam Memoirnya, Jusuf
Wanandi menceritakan bahwa pasca jatuhnya Soeharto,
Wiranto menerima dari Benny Moerdani daftar nama beberapa perwira yang dinilai
sebagai “ABRI Hijau”, dan dalam sebulan semua orang dalam daftar nama tersebut
sudah disingkirkan Wiranto.
Ketika
dikonfrontir mengenai hal ini, Wiranto mengatakan cerita “daftar nama” adalah
bohong. Namun bila kita melihat catatan penting masa setelah Soeharto jatuh
maka kita bisa melihat bahwa memang terjadi banyak perwira “hijau” di masa
Wiranto yang waktu itu dimutasi dan hal ini sempat menuai protes.
Fakta
bahwa Wiranto adalah satu-satunya orang Benny Moerdani yang masih tersisa di
sekitar Soeharto menjawab sekali untuk selamanya mengapa Wiranto menjatuhkan
semua kesalahan terkait Operasi Setan Gundul kepada Prabowo; mengatakan kepada
BJ Habibie bahwa Prabowo mau melakukan kudeta sehingga Prabowo dicopot; dan
menceritakan kepada mertua Prabowo, Soeharto bahwa Prabowo dan BJ Habibie
bekerja sama menjatuhkan Soeharto, sehingga Prabowo diusir dan dipaksa bercerai
dengan Titiek Soeharto. Hal ini sebab Wiranto adalah eksekutor dari rencana
Benny Moerdani menjatuhkan karir dan menistakan Prabowo.
Membicarakan
“kebejatan” Prabowo tentu tidak lengkap tanpa mengungkit Kerusuhan Mei 1998
yang ditudingkan pada dirinya padahal saat itu jelas-jelas Wiranto sebagai
Panglima ABRI pergi ke Malang membawa semua kepala staf angkatan darat, laut
dan udara serta menolak permintaan Prabowo untuk mengerahkan pasukan demi
mengusir perusuh.
Berdasarkan
temuan fakta di atas, bahwa Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto melalui
kerusuhan rasial, dan Wiranto adalah satu-satunya orang Benny di lingkar dalam
Soeharto, maka sangat patut diduga Wiranto memang sengaja melarang pasukan
keluar dari barak menghalangi kerusuhan sampai marinir berinisiatif keluar
kandang.
Selain
itu tiga fakta yang menguatkan kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di
belakang Kerusuhan Mei 98 adalah sebagai berikut:
1.
Menjatuhkan lawan menggunakan “gerakan massa” adalah keahlian Ali Moertopo
(guru Benny Moerdani) dan CSIS sejak Peristiwa Malari di mana malari meletus
karena provokasi Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat kesaksian Jenderal
Soemitro yang dicatat oleh Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib Jenderal
Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan Sinar Harapan).
2.
Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98 penggerak lapangan adalah orang
berkarakter militer dan sangat cekatan dalam memprovokasi warga menjarah dan
membakar. Ini jelas ciri-ciri orang yang terlatih sebagai intelijen, dan baik
Wiranto maupun Prabowo adalah perwira lapangan tipe komando bukan tipe
intelijen, dan saat itu hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan
menggerakan kerusuhan skala besar karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang
dibangun Ali Moertopo (mengenai jaringan yang dibangun Ali Moertopo bisa dibaca
di buku Rahasia-Rahasia Ali Moertopo terbitan Tempo-Gramedia).
Lagipula
saat kejadian terbukti Benny Moerdani sedang rapat di Bogor dan ada laporan
intelijen bahwa orang lapangan saat kerusuhan 27 Juli 1996 dan Mei 98 dilatih
di Bogor!!!
3.
Alasan Megawati setuju menjadi alat Benny Moerdani padahal saat itu keluarga
Soekarno sudah sepakat tidak terjun ke politik dan alasan Benny Moerdani begitu
menyayangi Megawati mungkin adalah karena mereka sebenarnya pernah menjadi
calon suami istri dan Soekarno sendiri pernah melamar Benny, pahlawan Palangan
Irian Jaya itu untuk Megawati, namun kemudian Benny memilih Hartini wanita yang
menjadi istrinya sampai Benny meninggal (Salim Said, halaman 329).
Berdasarkan
semua fakta dan uraian di atas maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa
alasan Kelompok Benny Moerdani, dalang Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei
1998 ada di belakang Jokowi-JK dengan mengorbankan keutuhan partai
masing-masing (PDIP, Hanura, Golkar) untuk melawan Prabowo adalah dendam
kesumat yang belum terpuaskan sebab Prabowo menjadi penghalang utama mereka
ketika mencoba mendeislamisasi Indonesia
Pembicaraan
di rumah Fahmi Idris, tokoh senior Golkar yang kemarin menyeberang ke
kubu Jokowi-JK demi melawan Prabowo adalah bukti paling kuat yang
menghubungkan Benny Moerdani dengan berbagai kerusuhan massa yang sangat
marak menjelang akhir Orde Baru karena terbukti terbukanya niat Benny
menjatuhkan Soeharto melalui gerakan massa yang berpotensi mengejar
orang Cina dan orang Kristen.
Kesaksian Salim Said ini merupakan titik
tolak paling penting guna membongkar berbagai kerusuhan yang tidak
terungkap seperti Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan 13-14 Mei 1998,
yang akan saya bongkar di bawah ini.
“Bersama Presiden Soeharto, Benny
adalah Penasihat YPPI yang didirikan oleh para mantan tokoh demonstrasi
1966 dengan dukungan Ali Moertopo. Hadir di rumah Fahmi [Idris]
pada malam itu para pemimpin demonstrasi 1966 seperti Cosmas Batubara,
dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Suryadi [Ketua PDI yang menyerang Kubu
Pro Mega tanggal 27 Juli 1996]; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan
sejumlah tokoh. Topik pembicaraan, situasi politik waktu itu…
Moerdani berbicara mengenai Soeharto
yang menurut Menhankam itu, ‘Sudah tua, bahkan sudah pikun, sehingga
tidak bisa lagi mengambil keputusan yang baik. Karena itu sudah waktunya
diganti’…Benny kemudian berbicara mengenai gerakan massa sebagai jalan
untuk menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi, ‘Kalau menggunakan massa,
yang pertama dikejar adalah orang Cina dan kemudian kemudian gereja.‘ “
- Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, serangkaian kesaksian, Penerbit Mizan, halaman 316
A. Peristiwa 27 Juli 1996 Adalah Politik Dizalimi Paling Keji Sepanjang Sejarah Indonesia
Selanjutnya bila kita hubungkan
kesaksian Salim Said di atas dengan kesaksian RO Tambunan bahwa dua hari
sebelum kejadian Megawati sudah mengetahui dari Benny akan terjadi
serangan terhadap kantor PDI dan Catatan Rachmawati Soekarnoputri,
Membongkar Hubungan Mega dan Orba sebagaimana dimuat Harian Rakyat
Merdeka Rabu, 31 Juli 2002 dan Kamis, 1 Agustus 2002.
Maka kita menemukan bukti adanya persekongkolan antara Benny Moerdani yang sakit hati kepada Soeharto karena dicopot dari Pangab (kemudian menjadi menhankam, jabatan tanpa fungsi) dan Megawati untuk menaikkan seseorang dari keluarga Soekarno sebagai lawan tanding Soeharto, kebetulan saat itu hanya Megawati yang mau jadi boneka Benny Moerdani. Sedikit kutipan dari Catatan Rachmawati Soekarnoputri:
“Sebelum mendekati Mega, kelompok
Benny Moerdani mendekati saya [Rachmawati] terlebih dahulu. Mereka
membujuk dan meminta saya tampil memimpin PDI. Permintaan orang dekat
dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya tolak, bagi saya, PDI itu cuma
alat hegemoni Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto tahun 1973.
Coba renungkan untuk apa jadi pemimpin boneka?
Orang-orang PDI yang dekat dengan
Benny Moerdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie Sihaloho pun ikut
mengajak saya gabung ke PDI. Tetapi tetap saya tolak.”
Dari ketiga catatan di atas kita
menemukan nama-nama yang saling terkait dalam Peristiwa 27 Juli 1996,
antara lain: Benny Moerdani; Megawati Soekarnoputri; Dr. Soerjadi;
Sofjan Wanandi; dan Aberson Marie Sihaloho, dan ini adalah “eureka
moment” yang membongkar persekongkolan jahat karena Aberson Marie adalah
orang yang pertama kali menyebar pamflet untuk regenerasi kepemimpinan
Indonesia dan diganti Megawati, sehingga menimbulkan kecurigaan dari
pihak Mabes ABRI.
Dr. Soerjadi adalah orang yang
menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum PDI di Kongres Medan (kongres
dibiayai Sofjan Wanandi dari CSIS) yang mengumpulkan massa menyerbu
kantor PDI dan selama ini dianggap perpanjangan tangan Soeharto ternyata
agen ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja saat itu Agum Gumelar
dan AM Hendropriyono, dua murid Benny Moerdani berada di sisi Megawati
atas perintah Benny Moerdani sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari
CSIS dalam Memoirnya, A Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru.
Semua
fakta ini juga membuktikan bahwa dokumen yang ditemukan pasca ledakan
di Tanah Tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang mana menyebutkan rencana
revolusi dari Benny Moerdani; Megawati; CSIS dan Sofjan-Jusuf Wanandi
yang membiayai gerakan PRD adalah dokumen asli dan otentik serta bukan
dokumen buatan intelijen untuk mendiskriditkan PRD sebagaimana diklaim
oleh Budiman Sejatmiko selama ini.
Ini menjelaskan mengapa Presiden
Megawati menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli 1996 sekalipun harus
mengeluarkan kalimat pahit kepada anak buahnya seperti “siapa suruh
kalian mau ikut saya?” dan justru memberi jabatan sangat tinggi kepada
masing-masing: SBY yang memimpin rapat penyerbuan Operasi Naga Merah;
Sutiyoso yang komando lapangan penyerbuan Operasi Naga Merah; Agum
Gumelar dan Hendropriyono yang pura-pura melawan koleganya.
Megawati melakukan bunuh diri bila menyelidiki kejahatannya sendiri!
Bila dihubungkan dengan grup yang
berkumpul di sisi Jokowi, maka sudah jelas bahwa CSIS; PDIP; Budiman
Sejatmiko, Agum Gumelar; Hendropriyono; Fahmi Idris; Megawati; Sutiyoso
ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK demi menghalangi upaya Prabowo
naik ke kursi presiden.
B. Kerusuhan Mei 1998, Gerakan
Benny Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan Menaikkan Megawati
Soekarnoputri ke Kursi Presiden.
Pernahkah anda mendengar kisah Kapten
Prabowo melawan usaha kelompok Benny Moerdani dan CSIS mendeislamisasi
Indonesia? Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku sejarah yang sudah
membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa
kepanglimaan Benny.
Saat Benny menginspeksi ruang kerja
perwira bawahan, dia melihat sajadah di kursi dan bertanya “Apa ini?”.
Jawab sang perwira, “Sajadah untuk shalat, Komandan.”
Benny membentak, “TNI tidak mengenal ini.”
Benny juga sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Hartono Mardjono sebagaimana dikutip
Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa rekrutan perwira
Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam, misalnya
kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non
Islam dan dua dari Islam.
Penelitian Salim Said juga menemukan hal
yang sama bahwa para perwira yang menonjol keislamannya, misalnya
mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau sering menghadiri
pengajian, diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat kesempatan
sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu
karir militernya suram.
Silakan perhatikan siapa para perwira
tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos penting pada masa Benny
Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti Sintong Panjaitan; Try
Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert Paruntu; AM Hendropriyono; Agum
Gumelar; Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut Panjaitan; Ryamizard
Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman Mantiri; Adolf
Rajagukguk; Theo Syafei dan lain sebagainya akan terlihat sebuah pola
tidak terbantahkan bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani
berkuasa adalah non Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap
“fanatik” atau berada dalam golongan “islam santri” menurut versi
Benny).
Inilah yang dilawan Prabowo antara lain
dengan membentuk ICMI yang sempat dilawan habis-habisan oleh kelompok
Benny Moerdani namun tidak berhasil. Tidak heran kelompok status quo
dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo karena Prabowo
yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu.
Mengapa Benny Moerdani dan CSIS mau mendeislamisasi Indonesia?
Karena CSIS didirikan oleh agen CIA,
Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis,
namun setelah komunis kalah, dia membuat analisa bahwa lawan Amerika
berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”.
Lalu, Peter Beek menyimpulkan, ABRI bisa
dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka berdirilah CSIS yang
dioperasikan oleh anak didiknya di Kasebul : Sofjan Wanandi, Jusuf
Wanandi, Harry Tjan Silalahi ; mewakili ABRI: Ali Moertopo, dan
Hoemardani (baca kesaksian George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).
Pater Beek yang awalnya ditempatkan di
Indonesia untuk melawan komunis namun setelah komunis kalah dia membuat
analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau
ABRI” dan “Hijau Islam”
Tidak percaya gerakan anti Prabowo di
kubu Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan dengan kelompok anti Islam
santri yang dihancurkan Prabowo?
Silakan perhatikan satu per satu
nama-nama yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard Ryacudu (menantu
mantan wapres Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila Presiden
Soeharto mangkat).
Ada Agum Gumelar-Hendropriyono (dua
« malaikat » pelindung/bodyguard Megawati yang disuruh Benny Moerdani);
ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris (rumahnya adalah
lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 pertama
kali dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut Panjaitan; ada Sutiyoso;
ada Wiranto dan masih banyak lagi yang lain.
Lho, Wiranto anak buah Benny Moerdani?
Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi mencatat bahwa Wiranto
menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah dilantik sebagai KSAD
pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai berikut:
“Jadi, kau harus tetap di situ sebab
kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan berbuat salah dan jangan
dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto jika dia tahu.“
(Salim Said, halaman 320)
Tentu saja Wiranto membantah dia
memiliki hubungan dekat dengan Benny Moerdani, namun kita memiliki cara
membuktikan kebohongannya. Pertama, dalam Memoirnya, Jusuf Wanandi
menceritakan bahwa pasca jatuhnya
Soeharto, Wiranto menerima dari Benny Moerdani daftar nama beberapa
perwira yang dinilai sebagai “ABRI Hijau”, dan dalam sebulan semua orang
dalam daftar nama tersebut sudah disingkirkan Wiranto.
Ketika dikonfrontir mengenai hal ini,
Wiranto mengatakan cerita “daftar nama” adalah bohong. Namun bila kita
melihat catatan penting masa setelah Soeharto jatuh maka kita bisa
melihat bahwa memang terjadi banyak perwira “hijau” di masa Wiranto yang
waktu itu dimutasi dan hal ini sempat menuai protes.
Fakta bahwa Wiranto adalah satu-satunya
orang Benny Moerdani yang masih tersisa di sekitar Soeharto menjawab
sekali untuk selamanya mengapa Wiranto menjatuhkan semua kesalahan
terkait Operasi Setan Gundul kepada Prabowo; mengatakan kepada BJ
Habibie bahwa Prabowo mau melakukan kudeta sehingga Prabowo dicopot; dan
menceritakan kepada mertua Prabowo, Soeharto bahwa Prabowo dan BJ
Habibie bekerja sama menjatuhkan Soeharto, sehingga Prabowo diusir dan
dipaksa bercerai dengan Titiek Soeharto. Hal ini sebab Wiranto adalah
eksekutor dari rencana Benny Moerdani menjatuhkan karir dan menistakan
Prabowo.
Membicarakan “kebejatan” Prabowo tentu
tidak lengkap tanpa mengungkit Kerusuhan Mei 1998 yang ditudingkan pada
dirinya padahal saat itu jelas-jelas Wiranto sebagai Panglima ABRI pergi
ke Malang membawa semua kepala staf angkatan darat, laut dan udara
serta menolak permintaan Prabowo untuk mengerahkan pasukan demi mengusir
perusuh.
Berdasarkan temuan fakta di atas, bahwa
Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto melalui kerusuhan rasial, dan
Wiranto adalah satu-satunya orang Benny di lingkar dalam Soeharto, maka
sangat patut diduga Wiranto memang sengaja melarang pasukan keluar dari
barak menghalangi kerusuhan sampai marinir berinisiatif keluar kandang.
Selain itu tiga fakta yang
menguatkan kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di belakang Kerusuhan
Mei 98 adalah sebagai berikut:
1. Menjatuhkan lawan menggunakan
“gerakan massa” adalah keahlian Ali Moertopo (guru Benny Moerdani) dan
CSIS sejak Peristiwa Malari di mana malari meletus karena provokasi
Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat kesaksian Jenderal Soemitro
yang dicatat oleh Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib Jenderal
Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan Sinar Harapan).
2. Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98
penggerak lapangan adalah orang berkarakter militer dan sangat cekatan
dalam memprovokasi warga menjarah dan membakar. Ini jelas ciri-ciri
orang yang terlatih sebagai intelijen, dan baik Wiranto maupun Prabowo
adalah perwira lapangan tipe komando bukan tipe intelijen, dan saat itu
hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan menggerakan kerusuhan skala
besar karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang dibangun Ali
Moertopo (mengenai jaringan yang dibangun Ali Moertopo bisa dibaca di
buku Rahasia-Rahasia Ali Moertopo terbitan Tempo-Gramedia).
Lagipula saat kejadian terbukti Benny
Moerdani sedang rapat di Bogor dan ada laporan intelijen bahwa orang
lapangan saat kerusuhan 27 Juli 1996 dan Mei 98 dilatih di Bogor!!!
3. Alasan Megawati setuju menjadi alat
Benny Moerdani padahal saat itu keluarga Soekarno sudah sepakat tidak
terjun ke politik dan alasan Benny Moerdani begitu menyayangi Megawati
mungkin adalah karena mereka sebenarnya pernah menjadi calon suami istri
dan Soekarno sendiri pernah melamar Benny, pahlawan Palangan Irian Jaya
itu untuk Megawati, namun kemudian Benny memilih Hartini wanita yang
menjadi istrinya sampai Benny meninggal (Salim Said, halaman 329).
Berdasarkan semua fakta dan uraian di
atas maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa alasan Kelompok Benny
Moerdani, dalang Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 ada di
belakang Jokowi-JK dengan mengorbankan keutuhan partai masing-masing
(PDIP, Hanura, Golkar) untuk melawan Prabowo adalah dendam kesumat yang
belum terpuaskan sebab Prabowo menjadi penghalang utama mereka ketika
mencoba mendeislamisasi Indonesia.
- See more at:
http://www.nahimunkar.com/innalillahi-terbongkar-di-belakang-jokowi-ada-jenderal-jenderal-dalang-kerusuhan-mei-1998/#sthash.AmBVzySl.dpuf
Labels:
Info
Dahsyat sekali uraian ini.
BalasHapusAdakah link ke konten bukunya Salim Said itu Gan..