Ingat film “Black Hawk Down”?
Judul: Black Hawk Down
Sutradara : Ridley Scott
Skenario : Ken Nolan
Pemain : Josh Harnett, Ewan McGregor, Sam Shephard
Produksi : Columbia, 2001
Sutradara : Ridley Scott
Skenario : Ken Nolan
Pemain : Josh Harnett, Ewan McGregor, Sam Shephard
Produksi : Columbia, 2001
Film yang menceritakan tentang jatuhnya
dua helikopter militer Amerika, UH-60 Black Hawk setelah ditembak jatuh
oleh pejuang Islam Somalia yang hanya bersenjatakan sederhana.
Film Black Hawk Down diambil dari peristiwa nyata tentang Pertempuran
Mogadishu yang terjadi pada tahun 1993, antara tentara Amerika melawan
pejuang Islam Somalia klan Habr Gidr. Pimpinan Muhammad Farah Aidid.
Musim gugur di Mogadishu, Oktober 1993, mengembuskan sebuah tanda
kematian. Ketika fajar tiba memulai tanggal 3 Oktober, peluru dan granat
menyalak tak berkesudahan. Ketika 160 orang pasukan militer Amerika
Serikat menembus lorong-lorong Mogadishu, Somalia, 3 Oktober 1993.
Semula, di bawah pimpinan Jenderal William F. Garrison (Sam Shepard),
mereka diberi tugas menculik letnan-letnan utama Jenderal Muhammad
Farrah Aidid, warlord yang menguasai kawasan ibu kota tersebut. Operasi
ini dijadwalkan berlangsung 30 menit saja. Namun, misi yang semula
dianggap enteng ini berujung bencana.
Dari sore hingga fajar pecah keesokan harinya, peluru, granat, dan berbagai macam senjata yang diperjualbelikan di Mogadishu bak kacang goreng itu tak henti-hentinya menghajar dan mencabik tubuh mereka. Dua helikopter Amerika juga ditembak jatuh. Seluruh kota seperti telah melawan mereka sehingga tak ada pilihan selain balas mengamuk. Peristiwa ini menyebabkan 10 orang pasukan AS tewas dan puluhan orang luka berat. Maka, ini kemudian menjadi tragedi terbesar pada masa pemerintahan Bill Clinton.
Inilah peristiwa hitam—jauh sebelum Tragedi World Trade Center—yang direkam oleh wartawan Philadelphia Inquirer dalam buku berjudul Black Hawk Down, yang kemudian diangkat ke layar lebar oleh sutradara Ridley Scott. Inilah kisah nyata ketika 250 ribu pasukan marinir AS yang bertugas bersama PBB untuk mendistribusikan makanan di Somalia merasa "impoten" dalam perang sipil yang dikuasai milisia yang luar biasa brutal itu. Kebijakan AS saat itu: menangkap Muhammad Farrah Aidid. Dan Jenderal Garrison sudah melampaui batas waktu penangkapan yang diberikan oleh Washington. Maka terjadilah peristiwa nahas itu.
Sutradara Inggris yang tahun lalu filmnya, Gladiator, terpilih sebagai film terbaik Academy Awards ini menggunakan pendekatan semidokumenter dalam film ini untuk membawa penonton pada gambaran nyata sebuah perang. Ia tak segan-segan menyodorkan gambar tangan terputus atau badan tentara yang terbelah total tetapi toh bibirnya masih sempat berbicara. Kiat ini bukan barang baru. Oliver Stone telah menggunakannya dalam Platoon, begitu juga Steven Spielberg dalam Saving Private Ryan. Namun kebrutalan perang dalam Black Hawk Down semakin terasa nyata karena ia tampil dua jam nyaris tanpa jeda, sehingga film terasa lebih menohok dan butuh ketabahan tersendiri untuk menontonnya.
Sayang sekali, informasi sebab-musabab awal keterlibatan AS dan negara-negara lain yang berdatangan ke Somalia untuk membantu ditampilkan cuma sekelebat. Latar belakang historis perang antarklan juga mengawang, sehingga tokoh-tokoh milisi Somalia hadir brutal tanpa alasan yang cukup. Alasan strategis peluncuran misi penculikan juga tak pernah jelas karena lawan politik Aidid tak dimunculkan. Akibatnya, dalam beberapa adegan film ini jadi kehilangan konteks. Film ini punya potensi menerbitkan salah paham bahwa mayoritas warga Somalia haus darah. Namun, di sisi lain, hal ini malah menimbulkan efek dramatis ketika para prajurit harus terus bertempur di tengah ketidakyakinan mereka terhadap misi ini. Karena itu, tanpa disadari—barangkali—Ridley telah menciptakan sebuah film perang yang antiperang, seperti sikap sutradara Kenneth Brannagh dalam film Henry V.
Itulah sebabnya, meski berkisah tentang serdadu Amerika, Black Hawk Down bukanlah film laga ala Rambo, yang tak tahu malu mengagumi aksi norak koboi militer negara adidaya itu di wilayah orang lain. Film ini tak menyajikan sosok Mel Gibson atau Tom Cruise, apalagi Sylvester Stallone untuk membuat penonton merasa tenang bahwa akhir dari seluruh kerusuhan ini akan beres karena datangnya sang jagoan. Sebaliknya, ini adalah film yang secara terus terang menyuguhkan kisah militer Amerika sebagai pecundang. Dari perimbangan angka korban, pasukan Amerika unggul banyak, 18 prajurit lawan seribu orang warga Somalia. Namun, bukankah ini satu bentuk kekalahan telak, sebuah misi yang tak jelas akhirnya merenggut nyawa sekian banyak manusia?
Adegan-adegan yang menampilkan warga sipil Somalia sangat menyentuh. Seorang wanita dan anak-anaknya terduduk di pojok rumahnya dalam roman ketakutan saat seorang serdadu Amerika masuk. Seorang anak lelaki kencur menangis hebat saat tembakannya yang diarahkan ke pasukan Amerika salah sasaran dan mengenai ayahnya sendiri. Seorang perempuan merenggut senapan dari pasangannya yang tewas dan menembaki para tentara asing sebelum akhirnya ia sendiri jatuh terkena peluru. Dengan cara penyampaian seperti itu, Black—yang dalam ajang Academy Awards tahun ini sudah berhasil meraih lima nominasi (sutradara, penyuntingan, sinematografi, tata suara, dan penyuntingan suara)—tak perlu lagi menggunakan kata-kata petuah tentang kengerian perang.
Sinematografer Slawomir Idziak punya andil besar dalam menciptakan suasana kelam. Penonton seperti bisa merasakan taburan debu dan pecahan batu saat helikopter Amerika jatuh. Idziak menghindari warna-warna cerah untuk penggambaran adegan tempur. Ia menampilkan gambar memburam secara bertahap seiring dengan malam tiba. Penyuntingan tangkas yang dilakukan Pietro Scalia membuat hasil kerja Idziak kian menggigit. Musik yang ditata Hans Zimmer ikut menambah getar, namun senandung sedih yang jadi lagu penutup terlalu mirip karyanya dalam film Gladiator, film terbaik Oscar tahun 2001 lalu yang juga disutradarai Scott. Setiap pemain dalam film ini mendapatkan porsi yang relatif berimbang. Josh Harnett, Ewan McGregor, Sam Shepard, ataupun Tom Sizemore bermain standar. Karakter yang mereka mainkan praktis statis karena film ini hanya menyorot 15 jam kehidupan serdadu Amerika di Somalia.
Tanpa paham konteks cerita, penonton akan menjumpai lubang besar saat menyimak Black Hawk Down. Yang juga patut disayangkan adalah saat Scott menghindari menampilkan gambar paling dramatis dari kejadian nyata hari itu, mayat Sersan Gary Gordon yang diseret sepanjang jalan Mogadishu dalam keadaan setengah telanjang. Scott mungkin tak ingin kenangan pahit tersebut kembali meneror (penonton Amerika). Tapi meninggalkan momen ini seperti menghilangkan ironi terbesar: prajurit Amerika yang datang dengan misi kemanusiaan—terlepas dari segala kepongahannya—harus menjumpai nasib mengenaskan di bumi kerontang Afrika.
Dari sore hingga fajar pecah keesokan harinya, peluru, granat, dan berbagai macam senjata yang diperjualbelikan di Mogadishu bak kacang goreng itu tak henti-hentinya menghajar dan mencabik tubuh mereka. Dua helikopter Amerika juga ditembak jatuh. Seluruh kota seperti telah melawan mereka sehingga tak ada pilihan selain balas mengamuk. Peristiwa ini menyebabkan 10 orang pasukan AS tewas dan puluhan orang luka berat. Maka, ini kemudian menjadi tragedi terbesar pada masa pemerintahan Bill Clinton.
Inilah peristiwa hitam—jauh sebelum Tragedi World Trade Center—yang direkam oleh wartawan Philadelphia Inquirer dalam buku berjudul Black Hawk Down, yang kemudian diangkat ke layar lebar oleh sutradara Ridley Scott. Inilah kisah nyata ketika 250 ribu pasukan marinir AS yang bertugas bersama PBB untuk mendistribusikan makanan di Somalia merasa "impoten" dalam perang sipil yang dikuasai milisia yang luar biasa brutal itu. Kebijakan AS saat itu: menangkap Muhammad Farrah Aidid. Dan Jenderal Garrison sudah melampaui batas waktu penangkapan yang diberikan oleh Washington. Maka terjadilah peristiwa nahas itu.
Sutradara Inggris yang tahun lalu filmnya, Gladiator, terpilih sebagai film terbaik Academy Awards ini menggunakan pendekatan semidokumenter dalam film ini untuk membawa penonton pada gambaran nyata sebuah perang. Ia tak segan-segan menyodorkan gambar tangan terputus atau badan tentara yang terbelah total tetapi toh bibirnya masih sempat berbicara. Kiat ini bukan barang baru. Oliver Stone telah menggunakannya dalam Platoon, begitu juga Steven Spielberg dalam Saving Private Ryan. Namun kebrutalan perang dalam Black Hawk Down semakin terasa nyata karena ia tampil dua jam nyaris tanpa jeda, sehingga film terasa lebih menohok dan butuh ketabahan tersendiri untuk menontonnya.
Sayang sekali, informasi sebab-musabab awal keterlibatan AS dan negara-negara lain yang berdatangan ke Somalia untuk membantu ditampilkan cuma sekelebat. Latar belakang historis perang antarklan juga mengawang, sehingga tokoh-tokoh milisi Somalia hadir brutal tanpa alasan yang cukup. Alasan strategis peluncuran misi penculikan juga tak pernah jelas karena lawan politik Aidid tak dimunculkan. Akibatnya, dalam beberapa adegan film ini jadi kehilangan konteks. Film ini punya potensi menerbitkan salah paham bahwa mayoritas warga Somalia haus darah. Namun, di sisi lain, hal ini malah menimbulkan efek dramatis ketika para prajurit harus terus bertempur di tengah ketidakyakinan mereka terhadap misi ini. Karena itu, tanpa disadari—barangkali—Ridley telah menciptakan sebuah film perang yang antiperang, seperti sikap sutradara Kenneth Brannagh dalam film Henry V.
Itulah sebabnya, meski berkisah tentang serdadu Amerika, Black Hawk Down bukanlah film laga ala Rambo, yang tak tahu malu mengagumi aksi norak koboi militer negara adidaya itu di wilayah orang lain. Film ini tak menyajikan sosok Mel Gibson atau Tom Cruise, apalagi Sylvester Stallone untuk membuat penonton merasa tenang bahwa akhir dari seluruh kerusuhan ini akan beres karena datangnya sang jagoan. Sebaliknya, ini adalah film yang secara terus terang menyuguhkan kisah militer Amerika sebagai pecundang. Dari perimbangan angka korban, pasukan Amerika unggul banyak, 18 prajurit lawan seribu orang warga Somalia. Namun, bukankah ini satu bentuk kekalahan telak, sebuah misi yang tak jelas akhirnya merenggut nyawa sekian banyak manusia?
Adegan-adegan yang menampilkan warga sipil Somalia sangat menyentuh. Seorang wanita dan anak-anaknya terduduk di pojok rumahnya dalam roman ketakutan saat seorang serdadu Amerika masuk. Seorang anak lelaki kencur menangis hebat saat tembakannya yang diarahkan ke pasukan Amerika salah sasaran dan mengenai ayahnya sendiri. Seorang perempuan merenggut senapan dari pasangannya yang tewas dan menembaki para tentara asing sebelum akhirnya ia sendiri jatuh terkena peluru. Dengan cara penyampaian seperti itu, Black—yang dalam ajang Academy Awards tahun ini sudah berhasil meraih lima nominasi (sutradara, penyuntingan, sinematografi, tata suara, dan penyuntingan suara)—tak perlu lagi menggunakan kata-kata petuah tentang kengerian perang.
Sinematografer Slawomir Idziak punya andil besar dalam menciptakan suasana kelam. Penonton seperti bisa merasakan taburan debu dan pecahan batu saat helikopter Amerika jatuh. Idziak menghindari warna-warna cerah untuk penggambaran adegan tempur. Ia menampilkan gambar memburam secara bertahap seiring dengan malam tiba. Penyuntingan tangkas yang dilakukan Pietro Scalia membuat hasil kerja Idziak kian menggigit. Musik yang ditata Hans Zimmer ikut menambah getar, namun senandung sedih yang jadi lagu penutup terlalu mirip karyanya dalam film Gladiator, film terbaik Oscar tahun 2001 lalu yang juga disutradarai Scott. Setiap pemain dalam film ini mendapatkan porsi yang relatif berimbang. Josh Harnett, Ewan McGregor, Sam Shepard, ataupun Tom Sizemore bermain standar. Karakter yang mereka mainkan praktis statis karena film ini hanya menyorot 15 jam kehidupan serdadu Amerika di Somalia.
Tanpa paham konteks cerita, penonton akan menjumpai lubang besar saat menyimak Black Hawk Down. Yang juga patut disayangkan adalah saat Scott menghindari menampilkan gambar paling dramatis dari kejadian nyata hari itu, mayat Sersan Gary Gordon yang diseret sepanjang jalan Mogadishu dalam keadaan setengah telanjang. Scott mungkin tak ingin kenangan pahit tersebut kembali meneror (penonton Amerika). Tapi meninggalkan momen ini seperti menghilangkan ironi terbesar: prajurit Amerika yang datang dengan misi kemanusiaan—terlepas dari segala kepongahannya—harus menjumpai nasib mengenaskan di bumi kerontang Afrika.
- Pandangan Dari Beberapa Pihak.
Pada tanggal 3 Oktober 1993, militer Amerika mengirimkan pasukan
elitnya secara besar-besaran, hanya untuk memburu Pemimpin pejuang Islam
Somalia, Muhammad Farah Aidid. Pasukan elit tersebut terdiri dari,
Pasukan US Delta Force, Tentara Ranger, pararescuemen Angkatan Udara,
unit tempur Angkatan Udara, pasukan khusus Navy SEAL, dan Resimen
Operasi Khusus Penerbangan 160.
Militer Amerika dengan sombongnya memprediksi hanya akan membutuhkan
waktu beberapa jam saja untuk mendapatkan Aidid. Tapi diluar dugaan,
pertempuran justru memakan waktu hingga 2 hari, tanggal 3-4 Oktober.
Penyerangan militer Amerika terhadap pejuang Islam Somalia tadinya
sesuai rencana, yang hanya memakan beberapa jam saja. Tetapi semua itu
berubah, ketika dua helikopter canggih Black Hawk ditembak jatuh oleh
roket RPG yang dilontarkan pejuang Islam Somalia.
Tersebar kabar, salah satu penembak adalah Zachariah al Tunisi,
pejuang Islam Somalia, yang dikemudian hari bergabung dengan Al Qaeda,
lalu beliau gugur syahid di Afghanistan pada November 2001.
Insiden tersebut mengakibatkan,
- 18 tentara Amerika tewas,
- 73 lainnya terluka dan,
- 1 kru Black Hawk ditawan.
Pada tanggal 24 April 1994, Boutros Ghali (Sekjen PBB di masa itu)
mengumumkan kekalahan dan menyatakan bahwa Misi PBB sudah berakhir
disana. Kekalahan itu diikuti oleh tentara Amerika yang kemudian menarik
mundur pasukannya dari sana.
Misi Amerika di Somalia oleh banyak pengamat dipandang telah gagal.
Beredarnya gambar dan foto jasad tentara Amerika yang tewas yang
diseret-seret di jalanan Mogadishu telah membangkitkan kemarahan publik
Amerika. Pemerintah kala itu akhirnya semakin tertekan.
Labels:
Fakta Menarik,
Info Menarik,
Sejarah
Rasanya you ngasih sinopsis bela militan Somalia, Aidit memonopoli pasukan makanan yg dikirim untuk warga Somalia, aku pernah main game nya juga, sebenernya masalahnya lebih kompleks
BalasHapusKenapa bawa2x nama penjuang islam...boleh saja para militan somalia itu beragama islam...tp dalam islam nga pernah diajarkan untuk menyengsarakan orang apalg smpai membuat warga somalia kelaparan...nga ada yg perlu dibanggakan dr pimpinan milisi kyk aidit...jauh dr rasa kemanusiaan dan ajaran islam yg dibawa oleh rasullulah saw...
BalasHapusSetuju bro
BalasHapusPadahal ada lebih dr 1000 muslim (militan) somalia yg tewas jg
BalasHapusFaktanya adlh pembunuhan genosida oleh angkatan bersenjata amerika . ±1000 orang tewas
BalasHapustp,lihat juga latar belakangnya bro, AIDIT telah memanfatkan rakyat somalia agar patuh kepadanya dengan membiarkannya kelaparan, bantuan dari luar dia kuasai, itu dia lakukan agar kekuasaanya lebih perkasa..
HapusA elah. Pake bawa nama islam. Aidid dibilang pejuang islamlah, mati syahidlah. Al Qaeda itu terroris, bawa2 nama islam tapi menyalahi islam. Seolah2 para militan itu pahlawan yg membela Islam.
BalasHapusAmerika teroris dan Alqaeda adalah pejuang islam
Hapuskayak nya alqaeda tu isis lho aku lihat di bendera nya sama di perlakuanya
HapusKenapa ada nama" islam ,, kalo itu bukan pejung islam namanya , tapi militan yg ngakunya islam tp tidak beragama islam,, kenapa lg ada istilah mati syahid, secara nggk langsung artikel ini mendukung kaum muslim untuk mendkung al Qaeda (teroris) .
BalasHapusMohon lebih berhati" klo menulis artikel.
Orang yg berbuat baik itu selalu di pojokan bro...kalau gak karna amerika mustahil bro bro bisa hidup tanpa jajahan..bro bro hanya liat mereka gak dari sejarah pengalaman amerika ..saya akui bro amerika itu super power ..kalau mau tau seberapa super. Power nya amerika baca aja pertempuran pertempuran pasific bro bro pasti tau seberapA bsar pngaruh mereka untuk tanah air ini.."orang baik selalu banyak musuh bro" tolonf di ingat bro..
BalasHapusSetuju masbro
HapusBiarkan saja allah lah yg membalas mereka saat hari akhir nanti..
BalasHapusbener bangett
Hapuswalaupun pejuang islam .ntah bener atau gak .. yg tau hanya yg di atas .. tapi saya percaya satu hal .. AMERIKA adalah Teroriss!
BalasHapusKenapa tidak disebut penglibatan tentera malaysia iaitu dibawah payung UN dalam misi menyelamatkan tentera us yang terperangkap di situ
BalasHapusSetelah artikel ini saya baca, seolah-olah pasukan dari Somalia itu pejuang Islam. Masa iya, pejuang Islam seperti itu, tidak!!! Dan juga, Amerika bukan teroris, pasukan AS yg datang ke Mogaditshu itu kan tujuannya untuk menangkap si Aidit, yg telah memanfaatkan warganya sendiri untuk kepentingannya. Jadi, menurut saya, meskipun pasukan dari AS kalah tapi dia pulang sebagai pemenang. Jadi yg salah si Aidit, jangan salahkan pasukan Amerika, dan jangan bawa nama-nama Islam. Saya selaku umat Muslim geram membacanya!
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/ri-tolak-keras-pemindahan-kedutaan-as.html
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/anggaran-sama-pendidikan-indonesia.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/kompany-sebut-derby-manchester-adalah.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At vipkiukiu .net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523
Jangan mau dibodohi dengan orang kafir. Mereka mengatasnamakan islam yg kejam padahal semua itu salah. Itu semua seakan* mereka paling benar
BalasHapuslah ngapain bawa2 kafir lu?
Hapusbuka mata, emang kenyataanya di Aidid ini jahat kok,rakyat somalia kelaparan gegara dia sabotase supply makanan dll, cuma kebetulan aja dia muslim
sbg muslim gw kasih masukan, jangan selalu ngerasa orang muslim paling suci bray, ntar jadi sombong
Teroris sebenarnya adalah amerika.
BalasHapusSiapapun pejuang kemerdekaan bangsa ini zaman dahulu mereka juga menyebut teroris.
Bahkan perang surabaya saat malaby tewas media2 dunianmenyebut mereka islam garis keras yg neneror indonesia.
Mohon cerdas untuk mencerna dan jangan luoakan sejarah buhg!!